Anggota Komisi III DPR, Didik Mukrianto, mendesak anggota Polri yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) dihukum tegas. Tidak cukup hanya dikenakan sanksi etik.
"Tindakan hukum yang tegas harus diambil terhadap anggota kepolisian yang terbukti terlibat dalam tindakan pelecehan seksual. Prosedur hukum harus diikuti dengan cermat dan memastikan perlindungan bagi korban," ucapnya dalam keterangannya, Selasa (22/8).
"Tidak cukup hanya dengan sanksi etik. Kejahatan seksual adalah kejahatan kemanusiaan yang melanggar kemerdekaan seseorang, hak asasi manusia (HAM)," sambungnya.
Diketahui, personel Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dittahti) Polda Sulawesi Selatan (Sulsel), Briptu S, melakukan pelecehan seksual terhadap tahanan narkoba perempuan, FM, saat piket jaga. Aksi biadanya dilakukan berkali-kali di kantor polisi.
Didik menyesalkan terjadinya insiden tersebut. "Sekalipun korban berstatus tahanan, bukan berarti ia bisa menerima perlakuan sewenang-wenang."
Politikus Partai Demokrat ini mengingatkan, kekerasan seksual sudah seperti fenomena gunung es. Kasus yang belum terekspose jauh lebih banyak daripada yang terungkap.
Negara, lanjutnya, sudah memiliki UU TPKS. Namun, dinilai belum efektif pelaksanaannya, baik penegakan hukumnya maupun perlindungan terhadap korban.
Dicontohkannya dengan anggota Polda Kalimantan Barat (Kalbar) berpangkat AKP hanya divonis 2 bulan penjara. Padahal, terbukti melakukan kekerasan seksual di kantornya.
"Penting sekali adanya keberanian dari aparat penegak hukum dalam menerapkan UU TPKS bagi pelaku. Tidak terkecuali bagi oknum polisi," tegasnya.
"Negara bertanggung jawab melindungi perempuan dan anak dari kekerasan seksual dan penyalahgunaan kewenangan akibat ketimpangan kuasa dari konstruksi gender yang tidak setara," imbuhnya. "Butuh keseriusan untuk kita membasmi bentuk-bentuk kekerasan seksual yang sudah darurat di Indonesia."